2017年6月24日土曜日

Al-Ilmu Nuurun Kegeniusan Al-Biruni, Muslim Bergelar Guru Segala Ilmu

Al-Ilmu Nuurun

Kegeniusan Al-Biruni, Muslim Bergelar Guru Segala Ilmu

Ia menjelajahi nyaris seluruh bidang pengetahuan sebelum para pemikir terkenal abad ke-11 bermunculan. Karya-karyanya bertebaran dalam 180-an buku. Unesco menerbitkan satu jurnal khusus mengenai Al-Biruni dan memahatnya sebagai “The Extraordinary Genius of Universal Scholar”.
tirto.id - Seorang genius universal dan punya visi intelektual yang melampaui masanya pernah lahir di Asia Tengah pada seribuan tahun silam. Di antara daftar panjang ilmuwan muslim abad pertengahan, namanya terlalu penting untuk diabaikan. Ia adalah Abu Rayhan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni (973-1048 M).

Karya-karya pemikir polimatik ini datang belakangan di dunia Barat jauh setelah karangan sejawatnya pada abad 11, seperti Ibnu Sina dan Ibnu Haytham, lebih dulu populer. Tapi kualitas analisisnya dalam beragam bidang pengetahuan, yang bertebaran lewat 180-an buku, membuat banyak sarjana modern, muslim atau nonmuslim, menjulukinya "Ustadz fil Ulum" alias "guru segala ilmu."

Jurnal The Unesco Courier edisi 1974, A Universal Genius in Central Asia a Thousand Years Ago: Al-Biruni, memujinya sebagai “The Extraordinary Genius of Universal Scholar” yang melampaui batas-batas zamannya.

“Sebagai astronom, matematikawan, fisikawan, ahli geografi, sejarawan, linguis, etnologis, ahli farmasi, penyair, novelis dan filsuf, Al-Biruni punya kontribusi unik bagi sains ... Sumbangannya setara, atau malah melampaui, Ibnu Sina,” demikian pengantar edisi jurnal tersebut.

Kecerdasan Al-Biruni pernah diulas dalam dokumenter BBC Four, “Science and Islam: The Empire of Reason”, pada 2010. Di siaran ini, fisikawan Inggris kelahiran Irak, Jim al-Khalili, menjelaskan cara unik Al-Biruni memakai matematika dan astronomi untuk mengukur keliling bumi.

Al-Biruni mengukur keliling bumi dengan cara sederhana dan hasilnya cuma meleset kurang 1 persen dari perhitungan modern. Ia menyimpulkan, keliling bumi ialah 25.000 mil, dan perhitungan modern mencatat 24.901 mil. Para astronom bawahan Khalifah Al-Ma`mun, satu setengah abad sebelumnya, masih mengekor ilmuwan Yunani dan menghitung keliling bumi 24.000 mil, kurang akurat 4 persen.

Hanya perlu sejumlah langkah saat menghitung keliling bumi. Mulanya, Al-Biruni mencari bukit di tepi laut. Lalu, dengan astrolab, ia mengukur sudut ketinggian bukit dari dua titik permukaan air laut yang berbeda. Setelahnya, ia menuju puncak bukit. Dengan astrolab, ia mengukur sudut ketinggian garis pandang di bawah horizon yang tampak dari puncak bukit.

Ia menyadari bahwa titik puncak bukit dan ufuk bisa dibayangkan terhubung dengan titik tengah bumi sehingga membentuk segitiga siku raksasa. Maka berlakulah hukum sinus. Al-Biruni lalu menghitung hasil pengukuran itu lewat persamaan gabungan trigonometri dan aljabar untuk menemukan rumus penentuan jari-jari dan keliling bumi.

Temuan otentik al-Biruni ini tercatat di karya babonnya tentang astronomi, al-Qanun al-Mas'udi (The Mas'udic Canon). Buku persembahan bagi Sultan Mas'ud Al-Ghazna itu menegaskan kualitasnya sebagai pioner observasi berbasis metode ilmiah.

Mas'udic Canon adalah ensiklopedia yang nyaris lengkap tentang kajian astronomi, kosmologi, kronologi, geografi, dan matematika,” tulis Mohammed Salim-Atchekzai, pakar budaya Asia Tengah dari Universitas Sorbonne, dalam The Unesco Courier.

Orientalis Perancis Jacques Boilot, pada terbitan yang sama, mencatat bahwa Kitab al-Qanun sebenarnya memuat sedikit di antara analisis Al-Biruni yang keseleo sebab percaya geosentrisme. Tapi, ia masih berusaha mengkritik tesis astronom helenistik, si Ptolemaeus itu. Mengikuti hasil risetnya dan pendapat Aristarkhos serta astronom India, Brahmagupta dan Aryabhata, menurut Al-Biruni, sejumlah fakta astronomi mengindikasikan heliosentrisme, yakni bumi mengitari matahari, bisa jadi benar. Hanya karena tak punya alat sejenis teleskop, Al-Biruni urung membenarkannya.

Baca juga artikel mengenai para ilmuwan muslim yang relevan dengan kajian Al-Biruni:

Al-Biruni sudah cemerlang sedari belia. Pada usia 27 tahun ia merampungkan buku besar Al-Athar al-Baqqiya 'an al-Qorun al-Khaliyya (Kronologi Bangsa-Bangsa Kuno). Buku ini mencatat masa awal peradaban manusia, periode banjir besar, hingga era Nebukadnezar, Aleksander Agung, dan setelahnya. Kitab Al-Athar memaparkan rincian sejarah politik, pengetahuan, kiprah para penguasa, budaya, dan sistem hukum pada masa itu disertai ilustrasi peristiwa.

Kitab ini memuat pula detail riwayat penemuan kalender berdasarkan rotasi bulan maupun matahari, pada bangsa Yunani, Yahudi, Persia, Mesir, dan Arab. Beragam bidang pengetahuan dibahas dalam buku ini, termasuk angka desimal dan geometri bunga.

“Ilmuwan Uni Soviet selalu merujuk ke Al-Athar bila meneliti sejarah Asia Tengah. Hanya buku ini (di masa modern) yang memuat informasi penanggalan Soghdian (kalender kuno Persia), sehingga mereka bisa memahami dokumen pra-abad 8, saat Khwarizm (Asia Tengah) belum dimasuki Islam,” kata Bobojan Gafurov, pakar sejarah Asia dari Uni Soviet, dalam jurnal Unesco tersebut.

Kemahiran lain Al-Biruni ialah pemetaan bumi. Sebagian sarjana modern sepakat menjulukinya “Bapak Geodesi”, gelar yang juga dimiliki Eratosthenes, ilmuwan Yunani abad 2 SM. Al-Biruni pernah memaparkan koordinat akurat garis bujur dan lintang 600 kota penting di masanya, lengkap dengan ukuran jarak antar lokasi dan arahnya menuju kiblat. Informasi ini termuat dalam karyanya, Kitab Taḥdid Nihayat Al-Amakin Li-Taṣḥiḥ Masafat Al-Masakin (Ketetapan Koordinat Lokasi untuk Mengoreksi Jarak Antar Kota).

Kitab Tahdid memuat peta dunia buatan Al-Biruni yang melukis daratan bumi dikelilingi perairan luas, dan kini disebut lautan Pasifik, Atlantik, serta Hindia. Ia memberikan ulasan mendalam mengenai bukti-bukti geografis dan biologis soal adanya sejumlah laut luas di barat dan timur yang saling terhubung.

Pakar geografi dari Universitas Aligarh India, Ziauddin Alavi, menulis bahwa Kitab Tahdid berisi analisis ilmu kebumian mirip konsepsi modern. Misalnya, buku ini mengulas siklus geografi yang meyakini sebagian daratan, seperti di India, dulunya berupa lautan, sementara bagian laut tertentu semula adalah daratan. Di kitab ini Al-Biruni menjelaskan teori asal-usul pembentukan permukaan bumi, sejarah perubahan iklim, dan perbedaan kondisi belahan bumi utara dan selatan.

Mineralogi terjangkau pula oleh Al-Biruni melalui Kitab Al-Jamahir Fi Ma'rifat Al-Jawahir (Kitab Lengkap Memahami Batu Permata). Buku ini menjelaskan metode pengukuran berat, volume, gaya berat, dan warna untuk menentukan keaslian banyak jenis batu dan logam mulia, seperti emas, perak, perunggu, batu ruby, batu zamrud, batu lapis jazuli, tembaga, besi, dan lainnya.

Menjelang wafat, ia menekuni farmasi dan menulis Kitab al-Saydanah fi Al-Tibb (Kitab Farmasi dan Materia Medica). Buku ini membuatnya dipuji sebagai "Bapak Farmasi Islam." Fokus buku ini ialah kajian pada sebab penyakit (etiologi) dan penyembuhannya dengan obat dari tumbuhan atau hewan.

Namun, isi bukunya kaya dengan deskripsi ribuan jenis tanaman asal Arab, daratan Asia, Romawi, dan Yunani. Dalam soal penamaan tanaman, Al-Biruni menerapkan ide binominal nomeklatur, seperti temuan Linnaeus pada abad 16, dan tak lupa menjelaskan lokasi asalnya. Alhasil, Kitab al-Saydanah tak cuma soal farmasi, melainkan juga sejarah botani dan leksikografi.

Tak heran, para sarjana kontemporer mengagumi Al-Biruni dan menganggap kualitasnya setara Leonardo da Vinci, si genius universal terbaik di Barat.

“Berdasar cakupan (ilmu) dan orisinalitas, Al-Biruni sepadan dengan Leonardo da Vinci,” tulis Paul S. Agutter dan Denys N. Wheatley dalam Thinking about Life: The History and Philosophy of Biology and Other Sciences (hlm. 43).
share infografik

Toleransi dan Humanisme Al-Biruni

Al-Biruni diduga yatim-piatu sejak kecil. Abu Nasr Mansur Ibn Ali Ibn Iraq, seorang matematikawan dan anggota keluarga penguasa di Khat (sekarang Khiva, Uzbekhistan), memungutnya. Ia besar saat Kekhilafahan Abbasiyah merosot dan kawasan Khawarizm (Asia Tengah) kerap bergolak. Masa kacau ini membuat Al-Biruni sering berpindah dari satu kota ke kota lain. Ia bahkan sempat jatuh miskin.

Banyak peneliti biografi Al-Biruni meyakini masa kekacauan ini mengilhaminya menekuni studi sejarah dan budaya bangsa-bangsa di luar peradaban Islam. Ulasannya dalam kajian humaniora mengisyaratkan Al-Biruni ingin mencari formula untuk sistem sosial yang mapan dan perdamaian. Riset budaya dan sosialnya punya fondasi objektivitas yang khas modern.

Bagian awal Kitab Al-Athar memuat penjelasan Al-Biruni bahwa ide penyusunan buku ini muncul dari diskusinya dengan seorang penguasa terpelajar. Keduanya sepakat, bahwa dengan kajian yang mendekati kenyataan tentang budaya dan institusi sosial generasi kuno, plus dibarengi studi perbandingan sejarah bangsa-bangsa, kita bisa memetik pelajaran berguna bagi pembangunan sistem sosial baru yang lebih baik.

“Akan tetapi, pikiran kita harus bersih dulu dari semua yang membutakan manusia pada kebenaran, seperti bersikap partisan, mementingkan rivalitas, tergila-gila pada satu tujuan (fanatisme ideologis), berhasrat untuk menghegemoni dan lainnya,” tulis Al-Biruni dalam Kitab Al-Athar (Chronology of Ancient Nations, terjemahan Edward Sachau, 1879, hlm. 3).

Sikap simpatik Al-Biruni pada komunitas di luar Islam makin menguat ketika usianya matang. Pada usia 40-an, ia diboyong Sultan Mahmud Al-Ghazna ke Afganistan dan kemudian “terpaksa” mengikuti ekspedisi politik Dinasti Ghaznavid ke India Utara selama 13-an tahun.

Di India, secara mandiri, ia meneliti dan menulis Kitab Fi Tahqiq Ma Li Al-Hind Min Maqola Maqbula Fi Al-`Aql Aw Mardhula (Alberuni's India). Al-Biruni juga menerjemahkan buku-buku sanskerta ke bahasa Arab. Sebaliknya, ia juga menerjemahkan buku bahasa Arab dan Yunani ke sanskerta. Al-Biruni beda pendapat dengan Sultan Mahmud Al-Ghazna. Ia menganggap masyarakat India bukan kafir penyembah berhala, melainkan pengikut “bentuk lain” monoteisme.

Di tanah pemuja dewa-dewa Hindu, Al-Biruni mempraktikkan toleransi total sekaligus aktif mendorong dialog kebudayaan. Saat menulis Kitab Al-Hind, ia sengaja melenyapkan deskripsi yang bisa membuat pembaca muslim “mengolok-olok” kepercayaan orang India. Al-Biruni mengingatkan pembacanya bahwa perbedaan bahasa dan konteks mudah memunculkan salah paham terkait teologi.

“Dia tak lelah meminimalisir informasi soal perbedaan (antara Islam dan Hindu) agar memudahkan perjumpaan pembaca muslim dengan mereka yang liyan (India),” tulis Soumaya Mestiri, filsuf dari Universitas Tunisia, dalam terbitan Unesco  itu. Soumaya menilai Al-Biruni memiliki sikap humanisme skeptis saat menulis India.

Kitab Al-Hind, yang membuat Al-Biruni masyhur sebagai “Bapak Antropologi” dan "sang pemula" dalam studi perbandingan agama serta Indologi, bisa jadi adalah warisan terpentingnya. Buku ini adalah praksis Al-Biruni mendorong dialog peradaban demi kehidupan bersama di tengah perbedaan dengan fondasi “saling memahami”.

Dalam kalimat pembuka Kitab Al-Hind, Al-Biruni menegaskan, “Buku ini tak membahas polemik. Saya menjelaskan India sebagaimana adanya. Saya malah akan menunjukkan keterkaitan India dengan Yunani... Juga keterkaitannya dengan gagasan sebagian sufi dan sejumlah pengikut Kristen, terutama pada konsep perpindahan jiwa, dan panteisme, teori kesatuan tuhan dengan ciptaannya.” (Alberuni`s India, terjemahan Edward Sachau, 1910, hlm. 7-8).

Al-Biruni mengkaji konsep ketuhanan orang India dengan membedakan gagasan mereka di ranah filsafat dan ritus. Ia menulis kaum terpelajar di India menjelaskan Tuhan seperti sebuah “titik tunggal”, artinya tak memiliki satu pun sifat manusiawi. Ide ini sulit dicerna orang awam di India sehingga mereka mengikuti prinsip itu tapi dengan gambaran lebih ekspresif. Misalnya, Tuhan memiliki 12 lengan panjang dan tapak tangan sangat lebar. Atau, keyakinan bahwa Tuhan maha tahu terpancar dalam gambaran awam bahwa sang pencipta memiliki ribuan mata.

Itulah sebabnya, menurut Al-Biruni, ritual pemujaan patung dewa bisa dimengerti sebagai sarana orang awam di India untuk menghayati gambaran abstrak soal Tuhan yang sulit mereka pahami. Pola mirip, sekalipun praktiknya berbeda, menurutnya terjadi dalam Kristen, Yahudi, Yunani, bahkan Islam. (Al-Beruni's India, hlm. 111).

Ia menjelaskan, pada level filosofi, orang India meyakini Tuhan maha esa, abadi, tak punya awal dan akhir, maha berkehendak, maha kuasa, pusat segala kebijaksanaan, maha menghidupi, maha mengatur dan memelihara, sekaligus tak menyerupai dan diserupai. Salah satu rujukan kesimpulannya adalah Kitab Sutra Yoga Patanjali. Kitab ini sempat diterjemahkan Al-Biruni ke dalam bahasa Arab.

"Kitab Patanjali menulis, seorang murid bertanya: Siapa yang patut disembah dan dipercaya bisa memberikan keberkatan? Sang guru menjawab: Dia lah yang abadi dan berbeda, yang tak butuh apa pun dari manusia, yang berkuasa membalas (kebaikan) dan memberi kebahagiaan, yang diharapkan, serta memberikan kesusahan, yang ditakuti manusia. Dia tak terjangkau oleh pikiran manusia, yang maha tinggi dan sama sekali tak menyerupai apa pun. Dia kekal dan abadi," tulis Al-Biruni. (Alberuni`s India, hlm. 27).

Sebagian muslim masa sekarang mungkin mudah menuduh Al-Biruni sebagai pluralis dan liberal. Tapi, jangan salah, hampir tak ada catatan hujatan dari teolog Islam abad pertengahan kepada Al-Biruni sebagaimana menimpa banyak filsuf muslim lain. Ia muslim Sunni yang meyakini bahwa dunia diciptakan oleh Tuhan dari semula tak ada menjadi ada dan menolak premis filsafat peripatetik.

"Al-Biruni meyakini dunia jadi manifestasi kekuasaan Tuhan dan tak terbantahkan oleh argumen manusia mana pun. Tuhan (bagi dia) adalah sang pencipta yang menguasai segala hal dan mengetahui seluruh misteri," tulis Seyyed Hossen Nasr dalam An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines (State University of New York Press, 1993, hlm. 116).

Karyanya, Kitab Al-As'ilah wa Al-Ajwibah memuat korespondensi Al-Biruni dan Ibnu Sina yang secara khusus mengulas kritiknya ke premis-premis dasar filsafat peripatetik. Salah satunya, ia menolak premis keabadian alam semesta, yang artinya tidak mengada karena diciptakan Tuhan, sebab melanggar prinsip “kebaruan” alam. Pendapat itu didukung hasil risetnya yang menyimpulkan pembentukan permukaan bumi melewati serangkaian siklus geologi dan paleontologi.

Al-Biruni membangun teori kosmologi versinya sendiri, tak mengikuti tiga aliran besar filsafat Islam, peripatetik, illuminasi, dan kalam. Sebagian kesimpulannya sama dengan teolog muslim abad pertengahan mengenai penciptaan Tuhan dan cenderung anti-aristotelian. Sekalipun demikian, ia bukan seorang dogmatis yang memungut pengetahuan dari satu sumber saja. Ambil contoh, hipotesanya mengenai siklus zaman yang menyerupai teori evolusi disinyalir hasil kombinasi risetnya soal alam, kisah para nabi dalam Alquran, dan cerita dalam kitab-kitab kuno di India.

“Bagi Al-Biruni, dunia memiliki siklus alamiah, tapi tak pernah kembali ke titik awal ... Siklus itu dipahami Al-Biruni sebagai perubahan kualitatif yang saling berkaitan dari satu masa sebelumnya dengan periode selanjutnya," tulis Seyyed Hossen Nasr dalam jurnal The Unesco Courier.
 
Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti, dan pemikir Islam di pelbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang, dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".


Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan menarik lainnya Addi M Idhom 
(tirto.id - add/fhr)

とても興味深く読みました:

再生核研究所声明3532017.2.2) ゼロ除算 記念日

2014.2.2 に 一般の方から100/0 の意味を問われていた頃、偶然に執筆中の論文原稿にそれがゼロとなっているのを発見した。直ぐに結果に驚いて友人にメールしたり、同僚に話した。それ以来、ちょうど3年、相当詳しい記録と経過が記録されている。重要なものは再生核研究所声明として英文と和文で公表されている。最初のものは

再生核研究所声明 148(2014.2.12): 100/0=0,  0/0=0 - 割り算の考えを自然に拡張すると ― 神の意志

で、最新のは

Announcement 352 (2017.2.2):  On the third birthday of the division by zero z/0=0 

である。
アリストテレス、ブラーマグプタ、ニュートン、オイラー、アインシュタインなどが深く関与する ゼロ除算の神秘的な永い歴史上の発見であるから、その日をゼロ除算記念日として定めて、世界史を進化させる決意の日としたい。ゼロ除算は、ユークリッド幾何学の変更といわゆるリーマン球面の無限遠点の考え方の変更を求めている。― 実際、ゼロ除算の歴史は人類の闘争の歴史と共に 人類の愚かさの象徴であるとしている。
心すべき要点を纏めて置きたい。

1)     ゼロの明確な発見と算術の確立者Brahmagupta (598 - 668 ?) は 既にそこで、0/0=0 と定義していたにも関わらず、言わば創業者の深い考察を理解できず、それは間違いであるとして、1300年以上も間違いを繰り返してきた。
2)     予断と偏見、慣習、習慣、思い込み、権威に盲従する人間の精神の弱さ、愚かさを自戒したい。我々は何時もそのように囚われていて、虚像を見ていると 真智を愛する心を大事にして行きたい。絶えず、それは真かと 問うていかなければならない。
3)     ピタゴラス派では 無理数の発見をしていたが、なんと、無理数の存在は自分たちの世界観に合わないからという理由で、― その発見は都合が悪いので ― 、弟子を処刑にしてしまったという。真智への愛より、面子、権力争い、勢力争い、利害が大事という人間の浅ましさの典型的な例である。
4)     この辺は、2000年以上も前に、既に世の聖人、賢人が諭されてきたのに いまだ人間は生物の本能レベルを越えておらず、愚かな世界史を続けている。人間が人間として生きる意義は 真智への愛にある と言える。
5)     いわば創業者の偉大な精神が正確に、上手く伝えられず、ピタゴラス派のような対応をとっているのは、本末転倒で、そのようなことが世に溢れていると警戒していきたい。本来あるべきものが逆になっていて、社会をおかしくしている。
6)     ゼロ除算の発見記念日に 繰り返し、人類の愚かさを反省して、明るい世界史を切り拓いて行きたい。
以 上

追記:

The division by zero is uniquely and reasonably determined as 1/0=0/0=z/0=0 in the natural extensions of fractions. We have to change our basic ideas for our space and world:

Division by Zero z/0 = 0 in Euclidean Spaces
Hiroshi Michiwaki, Hiroshi Okumura and Saburou Saitoh
International Journal of Mathematics and Computation Vol. 28(2017); Issue  1, 2017), 1-16. 
http://www.scirp.org/journal/alamt   http://dx.doi.org/10.4236/alamt.2016.62007
http://www.ijapm.org/show-63-504-1.html

http://www.diogenes.bg/ijam/contents/2014-27-2/9/9.pdf


1/0=0、0/0=0、z/0=0

http://ameblo.jp/syoshinoris/entry-12272721615.html

再生核研究所声明3682017.5.19)ゼロ除算の意義、本質

ゼロ除算の本質、意義について、既に述べているが、参照すると良くまとめられているので、初めに復習して、新しい視点を入れたい。

再生核研究所声明3592017.3.20) ゼロ除算とは何か ― 本質、意義

ゼロ除算の理解を進めるために ゼロ除算とは何か の題名で、簡潔に表現して置きたい。 構想と情念、想いが湧いてきたためである。
基本的な関数y=1/x を考える。 これは直角双曲線関数で、原点以外は勿論、値、関数が定義されている。問題はこの関数が、x=0  で どうなっているかである。結論は、この関数の原点での値を ゼロと定義する ということである。 定義するのである。定義であるから勝手であり、従来の定義や理論に反しない限り、定義は勝手であると言える。原点での値を明確に定義した理論はないから、この定義は良いと考えられる。それを、y=1/0=0 と記述する。ゼロ除算は不可能であるという、数学の永い定説に従って、1/0 の表記は学術書、教科書にもないから、1/0=0 の記法は 形式不変の原理、原則 にも反しないと言える。― 多くの数学者は注意深いから、1/0=\infty の表記を避けてきたが、想像上では x が 0 に近づいたとき、限りなく 絶対値が大きくなるので、複素解析学では、表現1/0=\infty は避けても、1/0=\infty と考えている事は多い。(無限大の記号がない時代、アーベルなどもそのような記号を用いていて、オイラーは1/0=\inftyと述べ、それは間違いであると指摘されてきた。 しかしながら、無限大とは何か、数かとの疑問は 続いている。)。ここが大事な論点である。近づいていった極限値がそこでの値であろうと考えるのは、極めて自然な発想であるが、現代では、不連続性の概念 が十分確立されていて、極限値がそこでの値と違う例は、既にありふれている。― アリストテレスは 連続性の世界観をもち、特にアリストテレスの影響を深く受けている欧米の方は、この強力な不連続性を中々受け入れられないようである。無限にいくと考えられてきたのが突然、ゼロになるという定義になるからである。 しかしながら、関数y=1/xのグラフを書いて見れば、原点は双曲線のグラフの中心の点であり、美しい点で、この定義は魅力的に見えてくるだろう。
定義したことには、それに至るいろいろな考察、経過、動機、理由がある。― 分数、割り算の意味、意義、一意性問題、代数的な意味づけなどであるが、それらは既に数学的に確立しているので、ここでは触れない。
すると、定義したからには、それがどのような意味が存在して、世の中に、数学にどのような影響があるかが、問題になる。これについて、現在、初等数学の学部レベルの数学をゼロ除算の定義に従って、眺めると、ゼロ除算、すなわち、 分母がゼロになる場合が表現上現れる広範な場合に 新しい現象が発見され、ゼロ除算が関係する広範な場合に大きな影響が出て、数学は美しく統一的に補充,完全化されることが分かった。それらは現在、380件以上のメモにまとめられている。しかしながら、世界観の変更は特に重要であると考えられる:

複素解析学で無限遠点は その意味で1/0=0で、複素数0で表されること、アリストテレスの連続性の概念に反し、ユークリッド空間とも異なる新しい空間が 現れている。直線のコンパクト化の理想点は原点で、全ての直線が原点を含むと、超古典的な結果に反する。更に、ゼロと無限の関係が明らかにされてきた。
ゼロ除算は、現代数学の初等部分の相当な変革を要求していると考えられる。
以 上

ゼロ除算の代数的な意義は、山田体の概念で体にゼロ除算を含む構造の入れ方、一般に体にゼロ除算の概念が入れられるが、代数的な発展については 専門外で、触れられない。ただ、計算機科学でゼロ除算と代数的な構造について相当議論している研究者がいる。
ゼロ除算の解析学的な意義は、従来孤立特異点での研究とは、孤立点での近傍での研究であり、正確に述べれば 孤立特異点そのものでの研究はなされていないと考えられる。
なぜならば、特異点では、ゼロ分のとなり、分子がゼロの場合には ロピタルの定理や微分法の概念で 極限値で考えてきたが、ゼロ除算は、一般に分子がゼロでない場合にも意味を与え、極限値でなくて、特異点で 何時でも有限確定値を指定できる ― ゼロ除算算法初めて、特異点そのものの世界に立ち入ったと言える。従来は孤立特異点を除いた世界で 数学を考えてきたと言える。その意味でゼロ除算は 全く新しい数学、世界であると言える。典型的な結果は tan(\pi/2) =0で、y軸の勾配がゼロであることである。
ゼロ除算の幾何学的な意義は、ユークリッド空間のアレクサンドロフの1点コンパクト化に、アリストテレスの連続性の概念でない、強力な不連続性が現れたことで、全く新しい空間の構造が現れ、幾何学の無限遠点に関係する部分に全く新規な世界が現れたことである。所謂無限遠点が数値ゼロで、表現される。
さらに、およそ無限量と考えられたものが、実は、数値ゼロで表現されるという新しい現象が発見された。tan(\pi/2) =0の意味を幾何学的に考えると、そのことを表している。これはいろいろな恒等式に新しい要素を、性質を顕にしている。ゼロが、不可能性を表現したり、基準を表すなど、ゼロの意義についても新しい概念が現れている。

以 上

ゼロ除算の詳しい解説を次で行っている:
(数学基礎学力研究会のホームページ
URL
The division by zero is uniquely and reasonably determined as 1/0=0/0=z/0=0 in the natural extensions of fractions. We have to change our basic ideas for our space and world

Division by Zero z/0 = 0 in Euclidean Spaces
Hiroshi Michiwaki, Hiroshi Okumura and Saburou Saitoh
International Journal of Mathematics and Computation Vol. 28(2017); Issue  1, 2017), 1
-16. 
http://www.scirp.org/journal/alamt   http://dx.doi.org/10.4236/alamt.2016.62007
http://www.ijapm.org/show-63-504-1.html

http://www.diogenes.bg/ijam/contents/2014-27-2/9/9.pdf

Relations of 0 and infinity
Hiroshi Okumura, Saburou Saitoh and Tsutomu Matsuura:
http://www.e-jikei.org/…/Camera%20ready%20manuscript_JTSS_A…

1/0=0、0/0=0、z/0=0

http://ameblo.jp/syoshinoris/entry-12276045402.html

 


1/0=0、0/0=0、z/0=0



再生核研究所声明3572017.2.17Brahmagupta の名誉回復と賞賛を求める。

再生核研究所声明 339で 次のように述べている:

世界史と人類の精神の基礎に想いを致したい。ピタゴラスは 万物は数で出来ている、表されるとして、数学の重要性を述べているが、数学は科学の基礎的な言語である。ユークリッド幾何学の大きな意味にも触れている(再生核研究所声明315(2016.08.08) 世界観を大きく変えた、ユークリッドと幾何学)。しかしながら、数体系がなければ、空間も幾何学も厳密には 表現することもできないであろう。この数体系の基礎はブラーマグプタ(Brahmagupta、598年 – 668年?)インド数学者天文学者によって、628年に、総合的な数理天文書『ブラーマ・スプタ・シッダーンタ』(ब्राह्मस्फुटसिद्धान्त Brāhmasphuṭasiddhānta)の中で与えられ、ゼロの導入と共に四則演算が確立されていた。ゼロの導入、負の数の導入は数学の基礎中の基礎で、西欧世界がゼロの導入を永い間嫌っていた状況を見れば、これらは世界史上でも顕著な事実であると考えられる。最近ゼロ除算は、拡張された割り算、分数の意味で可能で、ゼロで割ればゼロであることが、その大きな影響とともに明らかにされてきた。しかしながら、 ブラーマグプタは その中で 0 ÷ 0 = 0 と定義していたが、奇妙にも1300年を越えて、現在に至っても 永く間違いであるとされている。現在でも0 ÷ 0について、幾つかの説が存在していて、現代数学でもそれは、定説として 不定であるとしている。最近の研究の成果で、ブラーマグプタの考えは 実は正しかった ということになる。 しかしながら、一般の ゼロ除算については触れられておらず、永い間の懸案の問題として、世界を賑わしてきた。現在でも議論されている。ゼロ除算の永い歴史と問題は、次のアインシュタインの言葉に象徴される:

Blackholes are where God divided by zero. I don't believe in mathematics. George Gamow (1904-1968) Russian-born American nuclear physicist and cosmologist re-
marked that "it is well known to students of high school algebra" that division by zero is not valid; and Einstein admitted it as the biggest blunder of his life [1] 1. Gamow, G., My World Line (Viking, New York). p 44, 1970.

物理学や計算機科学で ゼロ除算は大事な課題であるにも関わらず、創始者の考えを無視し、割り算は 掛け算の逆との 貧しい発想で 間違いを1300年以上も、繰り返してきたのは 実に残念で、不名誉なことである。創始者は ゼロの深い意味、ゼロが 単純な算数・数学における意味を越えて、ゼロが基準を表す、不可能性を表現する、神が最も簡単なものを選択する、神の最小エネルギーの原理、すなわち、神もできれば横着したいなどの世界観を感じていて、0/0=0 を自明なもの と捉えていたものと考えられる。実際、巷で、ゼロ除算の結果や、適用例を語ると 結構な 素人の人々が 率直に理解されることが多い。
1300年間も 創始者の結果が間違いであるとする 世界史は修正されるべきである、間違いであるとの不名誉を回復、数学の基礎の基礎である算術の確立者として、世界史上でも高く評価されるべきである。 真智の愛、良心から、厚い想いが湧いてくる。

                               以 上

追記

The division by zero is uniquely and reasonably determined as 1/0=0/0=z/0=0 in the natural extensions of fractions. We have to change our basic ideas for our space and world:
http://www.scirp.org/journal/alamt
   http://dx.doi.org/10.4236/alamt.2016.62007
http://www.ijapm.org/show-63-504-1.html

http://www.diogenes.bg/ijam/contents/2014-27-2/9/9.pdf


1/0=0、0/0=0、z/0=0


0 件のコメント:

コメントを投稿